PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Interaksi manusia
dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang
wajar
dan telah terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia.
Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan
untuk kelangsungan hidupnya. Udara, air, makanan, sandang, papan, dan seluruh
kebutuhan manusia harus diambil dari lingkungan hidupnya. Akan tetapi, dalam
proses interaksi manusia dengan lingkungannya ini tidak selalu mendapatkan
keuntungan. Hubungan timbal balik antara aktifitas manusia dengan lingkungannya
terdapat faktor-faktor yang menguntungkan manusia, ada pula yang merugikan manusia.
Faktor yang merugikan dari interaksi manusia dengan lingkungannya, dapat
memberikan efek toksikologis (Edrinaldi 2009). Bahan toksik umumnya menyebabkan
efek yang paling besar dan menghasilkan respons yang paling cepat bila diberikan
melalui jalur intravena. Efek toksik dari zat kimia dapat merusak sel, yaitu
menyebabkan mutasi gen dan bila kerusakannya berat menimbulkan kematian pada sel.
Beberapa zat kimia tertentu merupakan unsur yang sangat toksik, sekalipun dalam
konsentrasi rendah. Tanpa
disadari, aktivitas manusia yang dilakukan sehari hari memiliki potensi untuk
pencemaran air. Salah satu bahan yang dapat menyebabkan pencemaran dan bersifat
toksik terhadap lingkungan adalah aktivitas mencuci dengan penggunaan deterjen
dan pelembut pakaian. Deterjen memiliki bahan aktif yaitu surfaktan kationik
jenis senyawa kuaterner amonium klorida yang membahayakan kehidupan lingkungan
perairan (Septi 2004). Untuk mengetahui efek zat pencemar dari setiap jenis
deterjen yang tentunya berbeda terhadap biota pada suatu perairan perlu dilakukan suatu uji toksisitas
zat pencemar terhadap biota agar dapat mengevaluasi besarnya konsentrasi
toksikan dan durasi pemaparan yang dapat menimbulkan efek toksik pada jaringan
biologis. Salah satu biota yang dapat digunakan untuk uji toksisitas adalah
ikan, dengan syarat harus mempunyai kepekaan tinggi, memenuhi syarat umur,
berat, dan panjang serta sesuai dengan ikan yang hidup di perairan tercemar.
II.
Tujuan
Untuk mengetahui perbedaan kuantitatif
bahan toksik yang dibutuhkan hingga menyebabkan kematian pada populasi
kehidupan akuatik pada setiap jenis deterjen.
METODE KERJA
I.
Alat dan Bahan
a.
Ikan, 1 kelompok 5 ekor ikan
b.
Kelompok 1. Total
deterjen cair
Kelompok 2. Attack cair
Kelompok 3. Total almeera cair
Kelompok 4. So klin cair
Kelompok 5. Rinso cair
c.
Gelas ukur
d.
Baskom
e.
pH paper
f.
Stopwatch
II.
Cara Kerja
1.
Dua buah
baskom diisi dengan air masing masing sebanyak ¾ baskom.
2.
Dilakukan
pengukuran pH awal
3.
Baskom
dimasukkan ikan sebanyak 5 ekor
4.
Baskom ditambahkan bahan toksik deterjen sebanyak 35
ml
5.
pH pada
masing-masing baskom diukur.
6.
Dilakukan
pengamatan kondisi serta perubahan yang terjadi pada ikan setelah penambahan
cairan molto setiap menit selama 15 menit
PEMBAHASAN
Tabel 1.
Hasil Percobaan Detergen Total Liquid Cair
Waktu
|
Hasil Percobaan
|
Keterangan
|
12’
|
Satu ikan mulai berdarah dan berlendir.
|
Total Liquid Cair 35 ml
Ph Awal : 6
Ph Akhir : 7
|
50’’
|
Dua ikan mencari oksigen ke permukaan air.
|
|
1’30’’
|
Satu ikan yang mencari oksigen mulai melompat ke
permukaan air.
|
|
2’20’’
|
Satu ikan yang bergerak ke permukaan sekarat dan
berlendir.
|
|
2’38’’
|
Semua insang ikan berdarah dan berlendir.
|
|
3’
|
Satu ikan mati.
|
|
4’3’’
|
Ditambah lagi satu ikan mati.
|
|
5’
|
Tiga ikan mati.
|
|
6’49’’
|
Empat ikan mati.
|
|
7’07’’
|
Seluruh ikan mati di menit ke tujuh.
|
Tabel 2.
Hasil Percobaan Detergen Attack Cair
Waktu
|
Hasil Percobaan
|
Keterangan
|
1’
|
Ikan agresif dan terancam.
|
Attack Cair
35 ml
Ph Awal : 6
Ph Akhir : 8
|
2’
|
Ikan pasif tidak bergerak, insang berdarah dan
berlendir.
|
|
3’
|
Mencari oksigen dan insang berdarah semua.
|
|
4’
|
Pasif dan berenang ke permukaan.
|
|
5’
|
Ikan sekarat.
|
|
6’
|
Badan ikan mulai pucat dan membiru.
|
|
7’
|
Air baskom berlendir dan satu ikan mati.
|
|
8’
|
Ikan mati semua.
|
Tabel 3. Hasil
Percobaan Detergen Total Almeera
Waktu
|
Hasil Percobaan
|
Keterangan
|
1’35’’
|
Ikan melompat keluar baskom.
|
Total Almeera 35 ml
Ph Awal : 7
Ph Akhir : 8
|
2’
|
Semua insang ikan berdarah.
|
|
3’
|
Tiga ikan mati.
|
|
3’44’’
|
Satu ikan melemah, empat ikan mati.
|
|
4’28’’
|
Semua insang mengeluarkan darah yang banyak.
|
|
5’
|
Semua ikan mati dan menguning.
|
Tabel 4.
Hasil Percobaan Detergen So klin liquid
Waktu
|
Hasil Percobaan
|
Keterangan
|
1
|
Ikan berenang aktif, berenang
sangat cepat dan bergerombolan.
|
So klin cair
35 ml
Ph Awal : 6
Ph Akhir : 7
|
2
|
Ikan berenang secara kehilangan
keseimbangan dan ikan mengalami kejang-kejang.
|
|
3
|
Ikan masih berenang tetapi sudah kehilangan
keseimbangan dan insannya mengeluarkan darah.
|
|
4
|
3 ekor ikan diam didasar permukaan
baskom dan 2 ekor ikan berenang tetapi, kehilangan keseimbangan.
|
|
5
|
Ikan masih berenang tetapi,
kehilangan keseimbangan serta, mengeluarkan darah pada insan dan lendir
|
|
6
|
4 ekor ikan sudah tidak melakukan
pergerakan (mati), dan 1 ekor ikan masih berenang tetapi, dalam keadaan
kehilangan keseimbangan.
|
|
7
|
Semua ikan sudah tidak melakukan
pergerakan/aktivitas (mati).
|
Tabel 5. Hasil
Percobaan Detergen Rinso Cair
Waktu
|
Hasil Percobaan
|
Keterangan
|
14:26
|
Ikan berenang ke dasar air.
|
Rinso Cair
35 ml
Ph Awal : 6,5
Ph Akhir : 8
|
13:31
|
Ikan mulai ke permukaan mencari oksigen.
|
|
13:00
|
Ikan mengeluarkan darah.
|
|
12:30
|
Ikan melemas dan banyak mengeluarkan kotoran.
|
|
11:47
|
Ikan tidak bergerak.
|
|
08:34
|
Ikan mulai mengapung.
|
|
07:30
|
Ikan berwarna pucat dan mati semua.
|
Berdasarkan pada hasil uji coba
praktikum ini, perilaku ikan yang ditambahkan dengan deterjen total
almeera pada menit pertama ikan bergerak lebih aktif dan agresif ini dapat
menandakan adanya perubahan lingkungan pada air secara mendadak karena
penambahan bahan toksik. Zahri (2008) menyatakan bahwa perubahan lingkungan dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku
ikan nila yang berupa
kehilangan penyesuaian diri
terhadap lingkungan,
mempengaruhi pertumbuhan, proses
reproduksi, biokimia serta
terganggunya fungsi jaringan.
Ikan terlihat hypersensitif
dan mengalami gangguan
adaptasi terhadap lingkungan
dengan berenang ke dasar dan permukaan air tidak teratur, kadang
gerakannya tidak beraturan. Kondisi ini diduga bahwa ikan
berusaha untuk mendapatkan
oksigen. Pada menit kedua, insang ikan berdarah. Insang merupakan organ respirasi utama yang
bekerja dengan mekanisme difusi
permukaan dari gas-gas respirasi (oksigen dan karbondioksida) (Rastogi 2007).
Adanya pendarahan ini diakibatkan karena terpapar langsung oleh bahan aktif
deterjen yaitu surfaktan pada saat melakukan respirasi. Pada menit kelima, ikan
mati dan berlendir serta tubuh lebih pucat dari sebelumnya. Setiap kelompok
menggunakan deterjen yang berbeda, penggunaan deterjen total almeera dapat
mematikan ikan paling cepat dari deterjen lain yang di uji coba.
Setiap deterjen akan memiliki pengaruh yang berbeda terhadap
ikan karena konsentrasi dan jenis bahan aktif yang berbeda. Pada deterjen yang
paling cepat mematikan ikan yaitu total almeera, dalam kemasan deterjen total
almeera atau total liquid keduanya tidak tercantum berapa persen bahan aktif
surfaktan yang ada. Apabila so klin cair dapat mematikan ikan dengan
konsentrasi 25% dalam waktu 7 menit, dapat diduga deterjen total almeera
memiliki bahan aktif surfaktan lebih dari 25% karena mematikan ikan dalam menit
kelima. Hal ini karena, semakin tinggi konsentrasi surfaktan maka semakin
tinggi juga kerusakan yang ditimbulkan oleh bahan aktif tersebut pada ikan
(Yuli 2012). Kemudian rinso cair memiliki bahan aktif surfaktan sebesar 16% dan
attack cair memiliki bahan aktif biodegradable surfaktan sebesar 16%. Bahan
aktif surfaktan dapat menghancurkan
sel, kemudian mengganggu
proses yang penting pada organisme. Insang sebagai organ
yang penting memiliki sifat
sensitive yang tinggi terhadap
racun
di perairan. Kerusakan organ respirasi ini disebabkan karena terjadinya iritasi
pada
permukaan insang sehingga
mengganggu proses respirasi. Selain merusak insang, deterjen juga merusak indra perasa
ikan sehingga ikan akan
kesulitan dalam mencari makan (Diana 2013).
Menurut Sastrawijaya (2009), konsumsi bahan bersurfaktan di
Indonesia pada tahun 1999 sebesar 2,11 g/kapita/hari, tahun 2001 sebesar 2,26
g/kapita/hari dan jumlah ini terus meningkat hingga tahun 2004 sebesar 2,44
g/kapita/hari. Sementara dalam satuan yang berbeda
diungkapkan oleh Diana
(2013), bahwa Indonesia membuang limbah deterjen sebesar
380.000 ton/tahun kedalam
lingkungan. Dalam perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan
35 ml bahan toksik, uji coba pada praktikum ini tidak mewakili keadaan
pencemaran lingkungan oleh deterjen yang sebenarnya terjadi, karena peningkatan
pertumbuhan penduduk juga memicu peningkatan pencemaran lingkungan dengan
meningkatnya penggunaan deterjen dengan konsentrasi yang mematikan dan merusak
lingkungan.
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum kali ini, dapat diketahui bahwa setiap jenis
deterjen akan memiliki pengaruh yang berbeda terhadap biota dan lingkungan
karena memiliki konsentrasi bahan aktif yang berbeda. Deterjen total almeera
memiliki kecepatan untuk mematikan ikan lebih cepat daripada deterjen yang
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Diana F. 2013. Pengaruh Detergen Terhadap Mortalitas Benih Ikan Patin Sebagai Bahan Pembelajaran Kimia Lingkungan. Edu Sains Vol. 1 No. 2.
Edrinaldi.
2009. Logam-Logam Berat Pencemar Lingkungan Dan Efek Terhadap Manusia.
Universitas Andalas; Jurnal Kesehatan Masyarakat
Rastogi,
S. C., 2007. Essentials of Animal Physiology 4thEd. New Age
Internasional. New Delhi.
Sastrawijaya
T. 2009. Pencemaran Lingkungan, cetakan ke-3. Jakarta: Rineka Cipta.
Septi. 2004. Sublasi Surfaktan Kationik dari
Larutan Pelembut Pakaian. Universitas Diponegoro, Semarang.
Yuli. 2012. Uji
Toksisitas Limbah Cair Laundry Sebelum dan Sesudah Diolah dengan Tawas dan
Karbon Aktif Terhadap Bioindikator (Cyprinus carpio L). Yogyakarta. ISSN :
1979-911X.
Zahri, A.,
2008. Pengaruh LAS
Terhadap Mortalitas dan Kerusakan
Struktural Jaringan Insang
pada Ikan Nila. Jurnal Ilmiah.